Selama 1 jam kedepan saya Icha Syafarini,
akan menemani waktu luang anda...
Dengan kabar terbaru dari dunia selebriti, dan tak ada kabar yang tak kami kabarkan..
karna kami, "NGABAR-NGABARIIN"
Saya akan Mengungkap hal-hal yang di anggap tabu, menjadi layak untuk di perbincangkan...
dan semuanya akan di kupas secara "KASAR" sekasar "SIKAAAAT"..
"30 Maret 2012 yang bertepatan dengan hari Jumat ini, merupakan Hari Film Nasional Indonesia ke 62." *jengggg... jengggg... jeeeengggg~*
Bagi insan perfilman Indonesia, 30 Maret pasti bukan tanggal yang asing.
Pada tanggal inilah setiap tahunnya diperingati Hari Film Nasional. Hal ini sudah ditetapkan sejak tahun 1962 oleh Konferensi Kerja Dewan Film Nasional dengan Organisasi Perfilman.
Alasannya, Film Nasional telah di sepakati lahir pada tanggal 30 Maret 1950 dimana merupakan hari pertama pengambilan gambar untuk film “Darah dan Doa” atau “Long March of Siliwangi” yang disutradarai oleh Usmar Ismail. Namun sebenarnya sejarah pembuatan film cerita di Indonesia yang dulunya bernama Hindia Belanda, sudah dimulai pada tahun 1926.
Film ini dinilai sebagai film lokal pertama yang bercirikan Indonesia dan disutradari orang Indonesia asli, serta diproduksi oleh perusahaan Indonesia. Perusahaan yang memproduksinya bernama Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia) yang juga didirikan oleh sang sutradara, Usmar Ismail.
Film Lokal Pertama Produksi Indonesia:
Darah dan Doa
Darah dan Doa (dalam bahasa Inggris: The Long March [of Siliwangi] atau Blood and Prayer) ialah sebuah film Indonesia karya Usmar Ismail yang diproduksi pada tahun 1950 dan dibintangi oleh Faridah. Film ini merupakan film Indonesia pertama yang secara resmi diproduksi oleh Indonesia sebagai sebuah negara (setelah berakhirnya Perang Kemerdekaan Indonesia). Film ini ialah produksi pertama Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini), dan tanggal syuting pertama film ini (30 Maret 1950) kemudian dirayakan sebagai Hari Film Nasional berdasarkan Keppres Nomor 25/1999. Kisah film ini berasal dari skenario penyair Sitor Situmorang, menceritakan seorang pejuang revolusi Indonesia yang jatuh cinta kepada salah seorang Belanda yang menjadi tawanannya.
Film Pertama Yang Rilis Secara Komersial di Indonesia:
Loetoeng Kasaroeng
Loetoeng Kasaroeng adalah film pertama yang diproduksi di Indonesia. Film bisu ini dirilis pada tahun 1926 oleh NV Java Film Company. Disutradarai oleh dua orang Belanda, G. Kruger dan L. Heuveldorp dan dibintangi oleh aktor-aktris pribumi, pemutaran perdananya di kota Bandung berlangsung dari tanggal 31 Desember 1926 sampai 6 Januari 1927 di dua bioskop terkenal Bioskop Metropole dan Bioskop Majestic. Film Lutung Kasarung ini tercatat pernah diremake 2 kali yaitu tahun 1952 dan 1983.
Sejak 1950, film nasional, yang dulu disebut “gambar idoep” karya anak bangsa mulai bermunculan dan dinikmati oleh masyarakat di kota-kota besar seperti Batavia, Bandung dan Surabaya. Saat itu bioskop dibagi-bagi berdasarkan ras, bioskop untuk orang-orang Eropa hanya memutar film asing. Sementara bioskop untuk pribumi dan Tionghoa, selain memutar film import juga memutar film produksi lokal. Kelas pribumi mendapat sebutan kelas kambing, konon hal ini disebabkan karena penonton pribumi sangat berisik seperti kambing.
Film Tionghoa Pertama yang Dibuat di Indonesia:
Lily Van Java
Kisah seorang gadis anak hartawan yang oleh ayahnya dipaksa menikah dengan seorang pemuda, sedangkan gadis itu telah punya hubungan asmara dengan pemuda lain.
Catatan Film bisu. Perusahaan ini disebut sebagai "kongsie pembikinan film Tionghoa yang pertama di Indonesia." Film ini mula-mula dikerjakan oleh orang Amerika, Len H. Ross, tapi diselesaikan oleh Nelson Wong, dengan bantuan Joshua dan Othniel Wong. Seluruh proyek ini diambil alih oleh perusahaan Wong bersaudara itu dengan nama Halimoen Film. Kedua gadis pemain film ini adalah anak "twako" atau "mafia" Jl. Kapasan, Surabaya. Skenario film ini diperiksakan dulu pada Filmcommissie (semacam badan sensor).
Film Bersuara Pertama di Indonesia:
Boenga Roos dari Tjikembang
Oh Ay Ceng, pegawai perkebunan, terpaksa melepaskan Marsiti, kekasihnya yang setia, demi mengikuti kehendak ayahnya untuk kimpoi dengan Gwat Nio, putri pemilik perkebunan tempatnya bekerja. Marsiti sendiri mendorong Ay Ceng untuk patuh pada kehendak orangtua. Marsiti pergi dan meninggal. Ayah Gwat Nio membuka rahasia bahwa Marsiti itu adalah anaknya dari seorang piaraannya. Dari perkimpoian Ay Cheng-Gwat Nio lahir Hoey Eng alias Lily yang tumbuh jadi gadis elok. Ia dipertunangkan dengan Sim Bian Koen, anak pemilik perkebunan Tjikembang. Sesaat sebelum perkimpoian berlangsung, Lily meninggal. Bian Koen sangat masygul dan akan pergi ke Kanton untuk jadi tentara. Niat ini dihalangi Ay Cheng agar bisa menghadiri peringatan kematian Lily. Suatu hari menjelang keberangkatan ke Tiongkok, Bian Koen mengunjungi perkebunan Tjikembang dan sampai di pemakaman pribumi. Tiba-tiba ia berhadapan dengan "Lily". Terbukalah rahasia. Yang nampak oleh Bian Koen itu bukanlah Lily, tapi Roosminah, putri Marsiti dengan Ay Cheng. Roosminah akhirnya dipersunting Bian Koen.
Film Horor Pertama Indonesia:
Tengkorak Hidoep
Raden Darmadji dan beberapa kawan pergi ke pulau Mustika. Di dekat tempat tersebut, 10 tahun lalu ada kapal yang ditumpangi saudaranya, tenggelam. Di pulau itu pula 2000 tahun lalu terkubur Maha Daru, setelah bertempur dengan Dewi Gumba. Ketika menyelidiki gua, turun hujan lebat dan kuburan Maha Daru terbelah. Sekeluar dari gua, Darmadji dikejar orang-orang liar. Rumiati, anak perempuannya, ditolong Maha Daru, karena dianggap reinkarnasi Dewi Gumba. Padahal Maha Daru punya maksud jahat terhadap Rumiati. Untung ada seorang pemuda yang hidup di hutan, datang menolong. Sang pemuda dan Rumiati saling jatuh cinta.
Seiring dengan perkembangannya, maka pada tahun 1955 diselenggarakan lah Festival Film Indonesia (FFI). Para pemenang dalam festival ini dibagi dalam 12 kategori, termasuk aktor dan aktris terbaik. Pemenang FFI akan mendapat Piala Citra, sebuah simbol penghargaan bergengsi bagi insan perfilman nasional.
Film Pemenang FFI Pertama:
Lewat Djam Malam
Film ini menceritakan kisah ketika Indonesia baru saja memproklamasikan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda. Pada masa itu, tentara masih berusaha menguasai keadaan dan menyelenggarakan jam malam di Kota Bandung.
Pada saat itu, Iskandar (diperankan oleh A.N. Alcaff) memutuskan untuk meninggalkan dinas ketentaraan dan memulai kehidupan baru sebagai penduduk sipil dengan meminta pertolongan kekasihnya yang bernama Norma (diperankan oleh Netty Herawati) beserta keluarganya. Akan tetapi, ketika ia berusaha mengontak mantan kawan-kawannya dari dinas ketentaraan untuk mencari pekerjaan, dia baru mengetahui bahwa korupsi telah merajalela dengan mengatasnamakan perjuangan mereka.
Iskandar kebetulan bertemu dengan temannya, Puja, yang telah beralih profesi menjadi seorang germo, juga mantan atasannya, Gunawan, yang telah menjadi seorang kontraktor perusahaan yang selalu melakukan korupsi dalam setiap pekerjaannya.
Melihat hal itu, Iskandar marah bukan main sehingga ia menyekap Gunawan sebagai seorang tawanan. Pada saat itu ia memaksa Gunawan untuk mengakui kesalahannya akan korupsi yang telah dilakukan dan Iskandar melihatnya sebagai usaha untuk menegakkan keadilan dan kemurnian perjuangan yang telah mereka raih dengan susah payah.
Tarmina
Tarmina adalah film Indonesia yang dirilis pada tahun 1954 dengan disutradarai oleh Lilik Sudjio. Film ini dibintangi antara lain oleh Fifi Young, A. Hadi dan Endang Kusdiningsih. Film ini dinobatkan sebagai film terbaik dalam Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia pada tahun 1955.
Tarmina adalah seorang wanita yang hanya mengenal kemewahan. Ia lalu meminta cerai dari suaminya Hadi, setelah suami pertamanya itu jatuh miskin, dan meninggalkan anak, Juriah. Ia setelah itu menikah kembali dengan seorang hartawan. Akan tetapi suami yang kedua ini mendapat celaka, tak jauh dari tempat Hadi berdiri. Tarmina melancarkan tuduhan bahwa Hadi yang mencelakakan suami barunya. Ketika mengetahu sikap Tarmina yang seperti itu, akhirnya suami kedua-nya inpun menceraikannya. Tarmina lalu menikah lagi dengan seorang pemilik restoran. Setelah tidak lama mereka bercerai lagi, dan hidup Tarmina tak keruan. Sementara Hadi selepas dari penjara, hidup bahagia bersama anaknya. Tak lama muncul Tarmina dalam keadaan sengsara. Namun dosanya kelewat berat sehingga tak sanggup berkumpul kembali dengan suami pertama dan anaknya. Akhirnya Tarmina memilih jalan pintas dengam menghanyutkan diri di arus deras sungai.
Film Thriller Pertama Indonesia:
Poesaka Terpendam
Sebuah film yang lengkap. Ada petualangan, ada perkelahian, ada nyanyian, ada lawakan. Masih dilengkapi lagi dengan pemandangan indah di Serang dan Priangan. Ceritanya mengenai harta yang disimpan secara rahasia. Harta itu jadi rebutan para ahli waris, dan "diramaikan" lagi oleh kawanan penjahat yang ikut memburu.
Film Komedi Pertama Indonesia:
Indonesia Malaise
Kisahnya tentang seorang gadis yang sudah punya kekasih, tapi dipaksa kimpoi dengan pria lain. Sang suami kemudian menyeleweng, sedang bayinya mati dan sang kekasih masuk penjara. Wanita ini jatuh sakit karena penderitaan dan rasa rindu pada kekasihnya. Ketika hampir mati, kekasih yang dirindukannya muncul. Pertemuan yang mengharukan itu diselingi banyolan pelawak Oemar. Penyakit perempuan itu sembuh setelah mendengar nyanyian keroncong Ferry. Cerita diakhiri dengan adegan percintaan Oemar dan pelayan di atas pohon karet.
Film Bergenre Fantasy Pertama Indonesia:
Ratna Moetoe Manikam (Djoela Djoeli Bintang Tiga)
Ada tiga bersaudara: Ratna Mutu Manikam (Ratna Asmara), Laila Kesuma dan Kumala Juwita. Mereka ini penghuni di balik awan. Ratna dan Kumala berselisih karena sama-sama menginginkan pria sama, Sultan Darsyah Alam (Astaman). Kumala nekat melamar Darsyah, tapi ditolak. Karena dendam, Kumala memerintahkan jin dan peri untuk memusnahkan kerajaan Darsyah. Maksud ini didengar Laila dan disampaikan pada Ratna, lalu dilaporkan pada Bathara Guru. Jawabannya: itu cobaan bagi Darsyah yang telah digariskan bakal berjodoh dengan Ratna. Sultan memiliki cincin wasiat yang namanya juga Ratna Mutu Manikam. Bila cincin itu lepas dari jarinya, maka bakal terjadi bencana atas kerajaan. Bencana yang ditimbulkan Kumala, bisa diselesaikan Ratna dengan bantuan Laila.
Judul cerita asli dan judul waktu diedarkan: "Djoela-djoeli Bintang Tiga". Menurut Tan Tjoei Hock, pembuatan film ini sempat terhenti karena pendudukan Jepang. Penyelesaiannya dilakukan oleh Tan Tjoei Hock. Suska adalah kependekan dari Sutan Usman Karim.
Film Anak Anak Pertama Indonesia:
Si Pintjang
Giman pincang sejak lahir. Sebenarnya ia anak keluarga petani yang tergolong cukup, tapi perang memporak-porandakan keluarga. Ayah dan abangnya di-romusha-kan tentara pendudukan Jepang. Indonesia merdeka pada 1945, tapi Belanda berusaha menjajah lagi. Dalam suatu serangan udara, nenek Giman meninggal dunia. Si Pincang terlunta-lunta, tapi tetap berdikari dalam mencari sesuap nasi. Di kota Yogya ia hidup bersama pengemis dan pencopet cilik. Persatuan mengikat anak-anak "gelandangan" itu. Turun tangan seorang penolong, menampung mereka dalam "Taman Harapan". Ternyata ayah dan abang Giman masih hidup. Mereka menemukan Giman di asrama anak-anak terlantar itu.
Film Bertema Perang Pertama Indonesia:
Enam Djam di Djogdja
Setelah Yogyakarta diduduki Belanda (Desember 1948), pasukan Republik Indonesia melakukan perang gerilya. Pada suatu ketika Yogya diserbu dan bisa diduduki, walau cuma selama enam jam. "Serangan Oemoem" pada 1 Maret 1949 itu sekedar menunjukkan kepada dunia internasional, bahwa RI masih punya kekuatan, dan tidak (belum) hancur seperti dipropagandakan Belanda. Film ini dengan sadar melukiskan peristiwa nyata terkenal dalam sejarah revolusi Indonesia itu dengan cara fiktif, karena merasa dokumen-dokumen yang ada masih belum lengkap dan takut menyinggung berbagai pihak. Yang dilukiskan adalah kerja sama antara rakyat, tentara dan pemerintah. Meski fiktif, tapi fakta nyata menjadi acuannya. Dan kisah disuguhkan lebih dari sisi rakyat atau tentara yang berpangkat rendah. Tekanan Belanda membuat rakyat menderita dan berbagi sikap. Ada yang mendukung perjuangan tentara, ada yang menggerutu. Tentara yang memeras rakyat pun sekilas dilukiskan. Kesulitannya adalah menyatu padukan sikap, gerakan dan menegakkan disiplin semua anggota gerakan. Ada juga terselip kisah cinta. Tidak ada tokoh yang menonjol dalam kisah, karena begitu banyak pihak yang diceritakan sedikit-sedikit, karena yang jadi tujuan memang pelukisan peristiwa itu secara global.
Film Animasi Pertama Indonesia:
Janus: Prajurit Terakhir
Kisah seorang manusia mekanik dari abad 34 bernama Janus yang terdampar di abad 21 dalam sebuah insiden perang antarbangsa masa depan. Janus berusaha kembali ke zamannya untuk melanjutkan perjuangan bangsanya, Genoc. Usahanya didukung sahabat-sahabatnya dari abad 21, Mayo (Derby Romero), serta sahabatnya, Indri (Alyssa) Soebandono). Tantangan yang dihadapi ketiga sahabat ini tidak mudah. Mereka dikejar dua anak badung, diburu pasukan Draco dari masa depan, serta orang-orang dewasa yang tidak mempercayai cerita Mayo.
Film ini merupakan gabungan antara animasi (animator dan konseptornya: Dodo dan Isa Anshori) dan aktor-aktris nyata.
Film Pertama Indonesia Yang Tayang di Bioskop Amerika:
The Raid
Serbuan Maut (Internasional: The Raid) adalah film aksi seni bela diri dari Indonesia yang disutradarai oleh seorang sutradara asal Wales, Gareth Evans, dibintangi oleh Iko Uwais yang akan diluncurkan di Indonesia pada tahun 2012. Film ini adalah kerja sama kedua antara Evans dan Uwais setelah film aksi pertama mereka, Merantau yang diluncurkan pada tahun 2009. Kedua-dua film tersebut menonjolkan seni bela diri tradisional Indonesia, Pencak Silat di dalam tata laga mereka. Penata laga Serbuan Maut adalah Iko Uwais dan Yayan Ruhian.
Setelah pertunjukan perdananya pada Festival Film Internasional Toronto (Toronto International Film Festival) (TIFF), para kritikus dan penonton memuji film tersebut sebagai salah satu film aksi terbaik pada beberapa tahun terakhir ini.
Sony Pictures Worldwide Acquisition telah mendapatkan hak pendistribusian film ini untuk negara Amerika Serikat dan telah meminta Mike Shinoda (anggota Linkin Park) untuk menciptakan musik latar baru pada film ini. Film ini kemudian dirilis di Amerika Utara oleh Sony Pictures dengan judul The Raid: Redemption. Hak pendistribusian untuk negara-negara lainnya juga telah dijual, termasuk Kanada (Alliance), Inggris (Momentum), Australia (Madman), Perancis (SND), Jepang (Kadokawa), Jerman (Koch), Cina (HGC), dan Turki (Calinos). Kesepakatan juga telah dibuat dengan para distributor dari Russia, Skandinavia, Benelux, Islandia, Italia, Amerika Latin, Korea Selatan, dan India ketika film ini sedang dipertunjukkan pada Festival Film Internasional Toronto (TIFF), Toronto, Kanada pada September 2011.
Dari sejarah panjang film nasional, bisa dikatakan tahun 1980-an adalah era emas film Indonesia. Masa itu, film Indonesia menjadi "RAJA DI NEGERI SENDIRI" bintang-bintang besar seperti Onky Alexander, Lidya Kandau, Meriam Bellina, Marisa Haque, Ray Sahetapi dan sebagainya lahir bersamaan dengan larisnya film-film mereka di bioskop.
Namun sayang, memasuki akhir tahun 1990 hingga awal 2000, film Indonesia sempat mati suri. Bioskop-bioskop dipenuhi dengan film-film Hollywood dan Hongkong, masyarakat beralih ke sinetron, drama-drama bersambung yang ditayangkan di televisi nasional. Film nasional mulai bangkit kembali ketika tahun 2002, muncul film bergenre remaja yang laris manis di pasar, "Ada Apa dengan Cinta".
Sejak itu, perlahan-lahan film lokal mulai mengambil kembali posisinya di hati para pecinta film di Indonesia. Tidak hanya film-film yang dibuat untuk tujuan komersil, film-film Independent pun cukup banyak diminati, sebut saja film "Beth" yang dibintangi Nurul Arifin, Lola Amaria dan Ine Febrianti.
Itulah beberapa Serba Serbi Film Pertama Indonesia yang berhasil saya kumpulkan. Mari kita dukung terus perfilman Indonesia dengan cara menonton film Indonesia di bioskop tercinta dan membeli DVD ataupun VCD Film Indonesia berkualitas yang Original ! Jayalah selalu perfilman Indonesia. Semoga dimulai dengan film The Raid yang Go International nantinya akan banyak lagi Film Film Indonesia berkualitas yang juga bisa merambah ke dunia perfilman International !
Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan menonton karya sineas-sineas bangsa?
Tanpa terasa 1 jam berlalu, saya menemani anda semua pembaca yang mampir ke blogg saya...
Saya Icha Syafarini, Beserta sumber-sumber yang bertugas mohon pamit undur diri, jangan lupa, kunjungi terus blogg ini setiap senin s/d minggu di waktu luang anda,
tetap baca terus "NGABAR_NABARIIN"..
Wassalamu'alaikum... wr.wb
Jangan jadi SINGLE yg lemah. Ini predikat terhormat,
"SINGLE LEBIH ELIT - Versi Icha Syafarini"
Sampai jumpa di post-post selanjutnya! *tarian ulet bulu* Muhauehuhauhae. :)